Jumat, 20 Februari 2009

Mengejar SPMB = "Sosok Priya Maunya Bunda"

Prolog:

SPMB? Mungkin Kamu seringkali mendengar istilah populer tersebut. SPMB atau singkatan dari Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru merupakan suatu ajang bergensi ya
ng sekitar empat tahun lalu membawa Bee dari Bogor menuju PTN (Perguruan Tinggi Negeri) prestisius di Yogyakarta. Bee lebih senang menyebut SPMB sebagai ajang adu mental, di mana seorang pelajar tidak hanya harus menguasasi materi tertentu, tetapi juga harus pandai-pandai berstrategi. Bukan strategi nyontek tentunya... karena fakta telah menunjukkan betapa teman-teman Bee yang UNAS Matematikanya dapat 10 ataupun 9 sebagai hasil nyontek (dapet bocoran) hanya sebagian kecil yang berhasil menembus ajang SPMB ini. Nah.., pada tulisan kali ini Bee tidak akan bahas soal trik-trik jitu menghadapi SPMB, tetapi Bee menyoroti suatu hal lain yang demikian dekat dengan keseharian Bee (semoga juga keseharianmu). Bee mengangkat wacana mengenai pria idaman orang tua. Dalam hal ini, Bee menyebutnya sebagai SPMB = Sosok Priya Maunya Bunda. Kalau kalian pernah mampir ke blog Bee di multiply.com, tentu saja kalian pernah menemukan tulisan ini. Mungkin kalian bertanya-tanya: "kenapa dipindah?" Bee menjawab: "karena blogspot lebih universal, mudah diakses karena telah memasyarakat."

Baiklah... supaya tidak mengulur waktu lebih lama lagi. Selamat membaca!

----------------
---------------------------------------------------------------------------------
Sesuatu spesial terjadi di hari Rabu terakhir tahun 2008 lalu. Yoiyoi... Di tengah terik panas matahari yang menghujam bumi Bogor kala itu, Bee bertemu dengan dua orang teman dekatnya semasa SMA
dulu. Keduanya pernah duduk sebangku dengan Bee saat kelas 2 dan 3 IPA 6. Mereka adalah Dini dan Dewi. Duo “D” ini bener-bener menjadi kejutan manis Bee di akhir tahun 2008. Mereka melakukan sejumlah perubahan dalam penampilan mereka. Dini yang menyebut namanya dengan “BumbleDee” di Facebooknya, kini sudah berjilbab. Dalam balutan baju muslim gaul, Dee tampak lain hari itu, hari pertemuan kami setelah tiga tahun lebih tidak bertemu. Dan kejutan pertamanya adalah kami memakai sandal gladiator dengan model yang sama, berbeda warna, merk, dan harga (udah pasti punya Bee yang harga ekonomis, lah...). Lalu, Dewi yang datang menyusul dan masih saja terlambat ini, tampil dengan rambut pendek sebahu. Cewe yang satu ini berani juga memangkas rambut hitam pekatnya yang tebal dan panjang sepinggang semasa kelas 3 SMA dulu. Dan lebih nekatnya lagi, dia sampai ngecat rambutnya dengan warna mahogany, wow! Belum lagi alis matanya yang dibentuk, menyisakan sebagian bekas rambut alis yang dicabutinya *mungkin*, serta dandanan yang olalalala...centilnya, membuat Bee dan Dee hanya mampu ketawa-ketiwi melihatnya.

Dalam tiga tahun terakhir, beraneka kisah terjadi pada kami. Pertemuan singkat hari itu tidak cukup mer
angkum kesemua kisah yang kami alami dan ingin kami bagi. Kami seolah-olah saling berlomba untuk menceritakan peristiwa yang sempat dialami. Dewi yang sudah pacaran cukup lama dengan seorang pria di mana bika ambon berasal, disertai polemik perselingkuhannya dengan adik tingkatan di kampus, belum lagi ajakan perselingkuhan yang lain dari salah seorang teman sekelas kami semasa kelas tiga SMA dulu: olalala!. Menyambung kisah cewe centil ini, Bee berbagi kisah kasihnya yang putus-sambung selama 4 tahun dengan pria yang sama, dan mencoba pacaran dengan orang baru yang hanya berlangsung selama kurang dari dua bulan karena sang Cowo diketahui main belakang, hingga akhirnya malah CLBK dengan mantannya, akhirnya Bee putus. Kemudian, kisah seru dialami oleh Dee yang sedari awal diam-diam menghanyutkan. Bukan berarti Dee yang kalem ini diam saja mendengarkan ocehan Bee dan Dewi yang memang cerewet, melainkan di awal tadi Dee lebih banyak menceritakan orang lain – teman-teman SMA juga – yang sudah menikah, beserta gosip-gosip yang menyertai pernikahan mereka. Hohoho... ternyata Dee dijodohkan. Wadaw!

Guna membahas kisah Dee yang menarik ini dan menunggu jam pemutaran film “Bedtime Stories”, siang itu pula kami mengelilingi Botani Square. Tidak cukup naik-turun eskalator, keluar-masuk gerai, kami mengelilingi parkiran dan pelataran yang bisa ditempuh dengan jalan kaki. Kurang kerjaan memang. Hanya saja kami tidak mendapatkan bangku untuk duduk bertiga dan bercerita, hingga akhirnya kami menemukan bangku tersebut dan langsung menyerbunya. Mulailah Dee bercerita tentang izin menikah muda yang diutarakan oleh Ayahnya. Namun, hal ini berbeda dengan sang Bunda, yang memiliki pandangan lain. Demikian halnya, Dee secara pribadi, yang sudah nyaman dengan ke-jomblo-annya saat ini. Dee dikenalkan pada anak salah seorang rekan kerja Ayahnya. Anak sulung dari lima bersaudara
. Pria mapan yang bekerja sebagai PNS. Ya, PNS! Bukan CPNS! Dan, seperti halnya saat mendengar tentang anggota TNI ataupun POLRI, mendengar seseorang bekerja sebagai PNS saja, hati wanita bisa merasa cukup tenteram. Mengapa? Karena bayangannya adalah tunjangan-tunjungan yang sudah pasti diterima selama menjabat sebagai PNS. Kesannya matre, kah? Ya, nggak, lah... itu namanya realistis! Meski uang tidak bisa membeli segalanya (kebahagiaan, kesetiaan, keutuhan rumah tangga, kepercayaan, dan hal-hal immateriil), tapi bukankah penghasilan tetap sang Mantu menjadi dambaan mertua. Lho? Lho?

Saat Dee kian larut dalam kisah kecemasannya akan dinikahkan dalam waktu dekat, paling cepat pasca kelulusannya dari S1, yang artinya tahun ini; pandangan Bee sesekali berpaling ke arah ponselnya. Bee me-reply sms seorang sahabatnya yang lain, berinisial “P”, yang sedang berlibur di Sulawesi, tetapi sibuk dengan aktivitas harian menemani pria
yang diajukan oleh Mamanya sebagai calon pendamping hidup. Kasus “P” berbeda dengan Dee, dalam hal ini beda instansi, hehehe... TNI dan PNS. Bee mampu berkata apa? Selain kalimat yang sama yang meluncur dari bibir mungilnya *lebay!* yang Bee sampaikan baik kepada “P” maupun Dee. “Coba dijalani dulu aja... Memang, sich, usia yang terpaut cukup jauh dengan kita (“P” terpaut 5 tahun dan Dee terpaut 9 tahun) kadangkala membuat kita kurang nyaman saat berpacaran... tapi itu, kan, hanya ketakutan di awal. Sejauh ini, sich, gw sering dibilangin bahwa usia yang terpaut jauh malah bagus saat menikah karena sang Pria bisa ngemong si Wanita. Apalagi wanita, kan, cenderung ingin di-mong.” Dalam hati kecil, Bee serasa mendapat tantangan batin tersendiri menghadapi kata-katanya. Bagaimana mungkin Bee bisa seolah-olah menjamin temannya akan bahagia dengan pria pilihan orang tua mereka, dengan usia yang terpaut cukup jauh lebih tua, dan dengan pengalaman pacaran beda usia yang minim dialami Bee. Yah.., sejauh ini Bee tidak menarik lagi kata-katanya, karena Bee pun mengharapkan hal yang serupa. Bukan Bee mengharapkan akan dijodohkan, tapi Bee berharap menemukan sosok pria dewasa, yang usianya terpaut tiga sampai lima tahun lebih tua darinya. Kenapa lima tahun jadi batasan? Bee ingin pasangannya tidak lebih tua dari sang Kakak yang terpaut enam tahun darinya.

-------------------------------------------------------------------------------------------------
Mendengarkan kisah sahabat-sahabatnya yang dijodohkan oleh kedua orang tua mereka membuat Bee bersyukur karena orang tuanya tidak demikian. Tidak
atau belum. Haduh! Jangan-jangan mereka secara diam-diam melakukan kongsi perjodohan dengan keluarga mana gitu. Hehehe... Bee mulai menghitung dengan jari muuungilnya *mekso!*: P... Dee... dan T... Wah, sudah tiga sahabatnya yang mengalami kasus semacam ini. Apa yang sebenarnya terjadi pada tahun-tahun belakangan? Sudah cukup tuakah kami sebagai perempuan sehingga kami harus segera memikirkan pernikahan? Lalu, ke manakah nasihat-nasihat semasa kecil dulu tentang kejarlah mimpimu, carilah ilmu ke negeri orang, dan sejenisnya? Di kala kami baru akan menggapai mimpi? Tinggal selangkah lagi, lagi, dan lagi... Oh, migot! Bee terdiam sejenak. Cukup syok membayangkan jika hal tersebut menimpanya, juga membayangkan teman-temannya terpaksa menikah dengan melepas mimpi-mimpi yang belum sempat mereka wujudkan.


-------------------------------------------------------------------------------------------------
Bee
kembali pada posisi sadarnya dan teringat akan perdebatan dengan orang tuanya. Bukan perdebatan yang pertama terjadi. Ini sudah perdebatan kesekian kalinya dan senantiasa terjadi tiap kali Bee mengangkat isu: “Kenapa orang Jawa harus sama orang Jawa, sich?” Perdebatan ini akan selalu berujung pada statement akhir dari ortu yang intinya berbunyi: “Pengalaman mengajari segalanya.” Dan, Bee masih tidak bisa menerima hal tersebut. Bagaimana mungkin kegagalan rumah tangga orang (karena beda budaya) bisa dijadikan tolak ukur kegagalan di masa depan? Dirintis saja belum... Dan pernyataan ini dengan gampangnya dibantah dengan: “Orang berkeluarga itu bukan untuk coba-coba.” Dan dalam hati Bee masih saja gondok dan menggumam: Siapa juga yang berpikir menikah sekedar untuk coba-coba ataupun main-main? Konteks masalahnya, khan, kenapa gue harus membangun rumah tangga dengan orang dari asal budaya yang sama dengan gue. Lalu, tiba-tiba salah satu dari orang tua itu berujar: “Ini soal rasa. Ini soal bahasa. Pribadi manapun cenderung akan memilih orang dengan rasa (budaya) yang sama. Jawa dengan Jawa. Padang dengan Padang. Sunda dengan Sunda. Dan sebagainya. Seperti ada sesuatu yang nyekrup, yang klop, jika berasal dari budaya yang sama.” Bee mulai merasa dirinya sedang diindoktrinasi, meski mungkin Bee malah sudah terindoktrinasi sejak lama, lebih tepatnya sejak Bee mengetahui sang Kakak menyerah untuk mengikuti aturan main kedua orang tuanya. Haruskah aku hidup bersama dengan Sosok Priya Maunya Bunda (SPMB)??? Arrrghhhhh!!!

Tidaaaaaaaaaaaaaaaaaaakkkkkkk!!! Entah sudah berapa kali Bee rasanya ingin berteriak demikian. Okelah, Bee pernah menjalin cinta terlarang (beda agama) selama empat tahun lamanya. Terlarang karena backstreet dari ortu masing-masing, terutama ortu dan keluarga si Cowok. Tapi, secara budaya kami klop. Dia blasteran Sunda-Surabaya. Anakanya
santun dan tekun, tapi tetap saja kami nggak bisa disatukan. Okelah, Bee pernah ada rasa dengan kakak kelasnya semasa SMA. Dua tahun lebih tua darinya. Seiman dan sebudaya, blasteran Wonosari, tapi Bee nggak pernah kenal pribadi pria ini secara intens. Okelah, si Pria Wonosari ini pernah menunggunya selama hampir lima tahun lamanya sampai akhirnya ia menambatkan hati pada gadis lain yang empat tahun lebih muda dan beda agama. Oh, damn! Tau gitu dari dulu gue jadiin ajah! Dan nggak oke-nya, sikap kedua orang tua yang mendiktenya untuk “selalu Jawa” sempat menjadikan Bee terobsesi dengan pria-pria "produksi" Jawa Tengah dan sekitarnya. Sebut saja: Kalibawang, Wates, Jogja, Klaten, Solo, Semarang, Magelang, dan sebagainya *qo malah mirip trayek bis patas yoh?*. Bee mendapatkan satu, tapi hanya jadian selama kurang dari dua bulan. Hasilnya, Bee depresi hebat! Sebulan awal pasca KKN jadi malas kuliah dan nunda-nunda skripsinya. Parah! Segitu berasal dri budaya idaman ortu. Namun, ortu nggak ambil pusing *terkesan nggak peduli* dengan dampaknya. Bee jadi membayangkan mereka berujar: “Itu, kan, salahmu... terlalu cepat menilai orang!” Haruskah masa muda aku habiskan untuk mengejar SPMB? aRRRGGHHHH!!!!

Hingga saat ini, Bee masih menyimpan hasrat terpendam untuk melakukan sejumlah revolusi paham keluarga. Bee ingin membuka sedikit pikiran mereka (orang tua). Bukan dengan mengubah prinsip yang sudah ada, yang dipegang kukuh selama ini,
melainkan dengan memperkayanya. Apa, sich, esensi dari pernikahan dan berkeluarga? Yang Bee tahu bahwa pernikahan bukan hanya menyatukan dua insan, melainkan juga menyatukan dua keluarga. Ada unsur memperkaya di dalamnya. Bukan sekedar memperkaya kedua pribadi itu sendiri, melainkan memperkaya kedua keluarga yang ikut terikat di dalamnya. Bukankah siapa pun ingin menjadi kaya? Lebih dari sekedar kaya harta, yang lebih ditujukan pada kaya sebagai pribadi dalam iman dan perbuatan nyata. Kaya akan iman yang diyakini oleh setiap pribadi bahwasanya Allah Bapa menciptakan laki-laki dan perempuan supaya mereka saling melengkapi (kutipan Kitab Kejadian). Dan juga akan keyakinan bahwa setiap pribadi lahir sebagai individu dengan kehendak bebas yang dianugerahkan oleh Bapa Surgawi sendiri. Lalu, ke manakah kehendak bebas itu? Yang Bapa Surgawi sendiri berani mempercayakannya kepada setiap manusia, tetapi manusia malah membatasi manusia lainnya. Ini soal cinta dan soal rasa. Ini soal perasaan nyaman dan kepercayaan. Ini soal membangun kebersamaan, kesamaan visi dan cita-cita hidup. Ini persoalan hebat yang dipercayakan Allah kepada setiap insan ciptaanNya, lebih dari apa yang diusahakan dan dilakukan orang tua terhadap anaknya dengan menyodorkan “Sosok Priya Maunya Bunda.”

Lagi, yang Bee tahu pernikahan itu sebuah lembaga. Wadah yang menyatukan dua pribadi dalam ikatan suci sehidup semati. Sebuah rantai yang hidup untuk menghidupkan. Maksudnya gini... dengan menyatunya dua pribadi, maka kedua rantai yang semula “ujungnya putus” bisa disambungkan dengan “ujung rantai” yang diketemukannya kemudian dan dipilihnya sebagai yang paling tepat. Kedua rantai hidup ini saling menyatu hingga kemudian menghasilkan kehidupan yang baru, yakni buah-buah hidup berkeluarga, seperti anak-anak yang lucu yang dianugerahkan Tuhan. Bukankah sejak lahir kita tidak dipesankan rantai yang bisa langsung match dengan rantai kita? Bahwa rantai yang berpasangan dengan rantai kita itu masih misteri saat kita lahir. Bahwa rantai itu ditemukan melalui proses pencarian di sepanjang perjalanan hidup ini sedari kecil hingga dewasa. Bahwa ra
ntai itu tidak datang dengan sendirinya, tetapi kita yang mencarinya. Ingat: MENcari, bukan Dicarikan! Lantas, bagaimana mungkin orang tua melakukan stardardisasi atas (misalnya) rantai ideal untuk anaknya, sementara bukan anaknya sendiri yang mencarinya... hingga kemudian orang tua merasa mantap dan pas akan pilihan bagi anaknya itu? Semua kembali lagi kepada sesuatu yang hakiki dari kehidupan: manusia diciptakan sebagai pribadi dengan kehendak bebas. Bebas tidak berarti semaunya, Bee rasa siapa pun tau itu. Bebas berbuat, ya sudah tentu harus berani bertanggung jawab setelahnya.

Lalu, jika kita harus berperan aktif dengan MENcari, bagaimana dengan pepatah Jawa: witting trisno jalaran soko kulino (cinta datang karena terbiasa)? Bee justru melihat ini juga sebagai bagian dari proses MENcari itu tadi. Kok, bisa? Ya, bisa! Kedua individu yang dig
ambarkan oleh pepatah tadi itu mengalami proses pencarian satu terhadap yang lain. Keduanya berusaha untuk saling menyelami pribadi satu sama lain. Mereka tidak diam saja dan menunggu takdir memisahkan satu akan yang lain. Hanya saja, jika mereka dipertemukan melalui jalan perjodohan, ya sudah tentu bertentangan dengan argumentasi Bee sejak awal yang tidak setuju akan SPMB=Sosok Priya Maunya Bunda. Tidak setuju akan sebuah pilihan yang dipaksakan sekedar untuk membuat orang tua senang yang dilakukan sebagai penebus utang budi. Tidak setuju karena semua itu dilakukan secara terpaksa, yang malahan membawa kita pada obsesi berlebihan Hidup sudah cukup rumit, tinggal pandai-pandainya kita mengecap kenikmatan dan memaknai kebahagiaan yang terjadi dalam setiap prosesnya, dan menjadikan kerumitan ini tampak sederhana. Life simply, do many!


-------------------------------------------------------------------------------------------------
Melalui tulisan ini, Bee hendak berbagi pikiran, lebih tepatnya mengemukakan u
neg-uneg Bee tentang pola pikir orang tua yang kadangkala merasa mereka pernah muda, sehingga lebih kaya pengalaman dari anaknya. Orang tua yang menganggap pemikiran mereka itu mendekati dogma: yang baik buat kami, baik buat kamu. Bahwa apa yang baru akan kamu hadapi itu sudah pernah kami alami sebelumnya. Jika mereka memang pernah muda, tunjukkan, dong, toleransinya terhadap yang muda. Bukankah kita sama-sama dilahirkan sebagai pribadi dengan kehendak yang bebas? Bukankah kita sama-sama belajar dari kehidupan dan mengalami prosesnya meski dengan cara dan pada situasi yang berbeda? Zaman senatiasa berganti dengan zaman yang lain, paham-paham baru senantiasa berkembang, bagaimana mungkin hari ini sama dengan hari esok, sementara kemarin dan hari ini pun kita tumbuh sebagai pribadi yang semakin tua dan bertambah dewasa?


-------------------------------------------------------------------------------------------------

Akhir kata,
Boleh saja Sosok Priya Maunya Bunda (SPMB) menjadi sasaran yang Anda, juga Bee, targetkan (dan kejar) dalam hidup ini. Namun, satu hal yang perlu diingat adalah lakukan semua itu atas nama cinta. Cinta kita kepada orang tua meneguhkan mereka bahwasanya pilihan apa pun yang kita ambil, sedikitpun tidak berniat mengecewakan mereka. Sejak kecil, kita sudah diberi tahu akan apa yang baik dan tidak baik, hingga kita pun diharapkan mampu bertanggung jawab atas pilihan yang kita ambil. Sekali lagi, cinta itu soal rasa. Jika bukan kita secara pribadi yang merasakannya, bagaimana kita tahu cinta itu tepat untuk kita? Pernyataan Bee ini tidak bermaksud melanggengkan perbuatan “coba-coba” bermain dengan cinta; melainkan memotivasi Anda, juga Bee, untuk lebih peka akan rasa yang datang mengisi hidup kita. Berilah ruang bagi cinta itu tumbuh. Berilah ruang bagi setiap pribadi untuk menemukan cinta sejatinya, menentukan pilihan hatinya. Bukankah kebahagiaan kita kelak akan menjadi kebahagiaan orang tua juga?


Apakah itu cinta?

Hanya kamu dan hatinya, juga dia dan hatimu, yang akan mampu memberi jawabnya.



Apakah Kamu semakin mantap untuk berhadapan dengan ortumu (juga ortunya) demi memperjuangkan cinta kalian? Ataukah Kamu malah tertarik untuk melirik Bee? *LoL*


Finally,
GO REACH THE ONE YOU LOVE!

Kamis, 19 Februari 2009

Whatever You THINK, think the OPPOSITE

Judul barusan Bee ambil dr judul salah satu buku yg pernah iseng Bee baca di Gramedia Amplaz. Sayangnya lupa nama pengarang dan penerbitnya. Entah kenapa secara tiba-tiba keinget judul buku tersebut gara-gara Kerbau Kayu dan Kelinci Api yang menggerakkan Bee untuk berbagi pikiran.

Kenapa Kerbau Kayu dan Kelinci Api? Yaaa.., seorang teman di facebook baru saja memberi informasi bahwa Kerbau Kayu tidak cocok dengan Kelinci Api karena kayunya akan hangus dibakar oleh api. Mungkin Kamu bisa saja berkomentar: "hari gene...masih kepikiran soal shio?" Eitss, eitss, tahan dulu argumen ngototmu. Kalau Kamu berada di posisi yang tidak terlalu percaya akan ramalan shio, yuk mari bergabung dengan Bee dan Kita cari rumusannya.

Dengan merujuk pada buku "Whatever You Think, Think The Opposite", jelas Bee memiliki pandangan yang kurang selaras dengan argumen bahwa "kayu" tidak cocok dengan "api". Memang benar bahwa kayu bisa terbakar oleh api. Pelajaran Fisika ataupun Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang diajarkan semasa SMP dan SD pun telah menceritakan proses alam tersebut. Tapi, apakah sampai di situ saja? Bahwa kayu akan hangus terbakar api dan selesailah sudah. Lalu, bagaimana dengan "air" dan "api" ? Air akan memadamkan api itu dianggap hal yang baik oleh sejumlah ramalan shio. Tapi, apakah iya sebaik itu? Setelah api padam oleh air, habislah sudah energinya. Bagaimana dengan "logam" dan "api" ? Lalu, "tanah" dan "api" ? dan seterusnya................

Kayu dan Api akan tetap menjadi dirinya sendiri dan tidak memberi manfaat bagi yang lain saat keduanya tetap bertahan pada wujudnya. Kayu harus hangus terbakar oleh api agar suku-suku pedalaman bisa memasak bahan-bahan yang diperoleh dari alam untuk mereka makan. Kayu harus hangus terbakar oleh api sehingga bisa menghasilkan energi untuk memasak dan mungkin juga pembangkit listrik. Ingatkah Kamu akan batu bara? Batu bara merupakan salah satu jenis bahan bakar yang banyak digunakan oleh negara-negara Eropa semasa Revolusi Industri dulu. Ingatkah Kamu akan bahan dasar batu bara? *Tiba-tiba Bee teringat salah satu hafalan tentang batu bara semasa SD dulu* Batu bara terbentuk dari fosil tumbuh-tumbuhan yang tertimbun selama berjuta-juta tahun lamanya. Sebagai bahan bakar, batu bara mengandung unsur karbon, hidrogen, dan oksigen. Oleh karena batu bara merupakan fosil tumbuhan, maka sudah pasti terdapat unsur kayu di dalamnya. Kemudian, saat unsur kayu ini bertemu dengan unsur api dari tempat yang berbeda, maka jadilah mereka satu dan menghasilkan energi yang lebih besar.

Bee pun jadi ingat perkataan Sang Guru tentang biji atau benih. Ketika sebuah benih ditaburkan ke tanah, maka benih itu akan mati atau hancur sebelum akhirnya ia menghasilkan benih-benih baru. Kemudian, Bee pun teringat akan proses pengambilan getah karet. Bukankah batang karet itu harus dilukai terlebih dahulu agar getahnya ke luar, lalu diolah menjadi beraneka produk karet? Apa artinya? Artinya, luka dan pengorbanan itu tidak lepas dari upaya menghasilkan sesuatu hal yang lebih. Lebih besar... lebih banyak... mungkin juga lebih dahsyat. Lalu, apa hubungannya dengan kayu?

Perjalanan zaman telah membuat kayu-kayu pada masa purbakala tertimbun di dalam tanah selama berjuta-juta tahun lamanya. Timbunan ini membentuk apa yang kita sebuh fosil tumbuhan yang tak lain menyerupai batu bara tadi. Bedanya, fosil cenderung diawetkan sebagai temuan, guna memperkaya studi keilmuan. Sementara itu, batu bara dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Nah, kayu yang ada di dalam batu bara ini sudah lapuk.. sudah hancur.. tidak segagah dan sekokoh saat dirinya masih berdiri dengan angkuhnya di dalam hutan sana bersama kawanannya. Hingga tiba masanya, sebagian dari dirinya *dalam kemasan briket batu bara* terbakar bersama api. Elemen kayu dan api yang melebur bersama ini menghasilkan energi yang mampu menggerakkan kereta-kereta baja milik bangsa Eropa tempo dulu. Kebayang, kan betapa beratnya kereta-kereta baja tersebut dibandingkan bobot kayu itu sendiri...

See?
Kayu bisa hangus terbakar api, tapi keduanya tidak terbatas saling menghancurkan semata.

Bagaimana jika peristiwa yang menyisakan pandangan 'pesimis' tersebut (hancur/musnah/sirna) diganti dengan sebuah istilah yang lebih optimis, yakni "kolaborasi"? Kayu berkolaborasi dengan api. Keduanya merupakan partner yang sepadan dalam berkarya. Peleburan di antara keduanya menciptakan suatu daya yang semula tidak ada. Keduanya bertahan bersama dan lenyap bersama pula. Cobalah amati kayu yang terbakar di dalam api unggun yang Kamu buat... Bukankah saat kayu habis, maka lama-kelamaan api akan turut padam jua..?

Kayu dan api yang semula terpisah... lalu bertemu... pada akhirnya sirna di saat yang hampir bersamaan. Jadi, buat Kamu yang berkecil hati karena (mungkin) pasangan kamu berasal dari elemen yang berbeda... ambillah sikap hening dan berpikirlah sekali lagi. Tidak selamanya apa yang orang bilang berpotensi menghancurkan akan menghancurkanmu juga...



Suatu hal manis Bee temukan dalam larik puisi Sapardi Djoko Damono yang berjudul "Aku Ingin":

" Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu..."

See?
Ada cinta di sana...
Antara api dan kayu...
Yang membuat kayu rela menjadi "abu"


Kehancuran dan kemusnahan itu (yang seringkali disebutkan dalam beraneka ramalan seputar shio) tidak melulu berhenti sampai di situ. Bukankah hidup ini berkelanjutan?

Akan selalu ada episode setelah 'kemarin' yaitu 'hari ini', dan akan selalu ada harapan akan hari 'esok' setelah saat ini. Berpikirlah dari sisi yang lain.. yang berbeda.. yang berlawanan.. selama pikiranmu itu menyelamatkan (bukan sekedar menyesatkan).

Semangat!!

Sales and Promotion Skill Since Childhood

Tulisan ini berawal dari rasa haus yang mendera selama perjalanan dari Atmajaya Mrican sepulang les Mandarin. Hoahhh...haus tenan! Sayangnya rasa haus ini harus ditahan sedemikian lamanya karena Bee mampir Sagan terlebih dahulu, membeli gudeg telur-tahu untuk santap malam (penting, gak, sich, Kamu tau?). Mari sama-sama membayangkan rute perjalanan Bee: Mrican - Sagan - areal lingkar luar kampus UGM - hingga tiba di Jalan Kaliurang. Apa yang Bee cari di Jalan Kaliurang? Jelaslah penghapus dahaga... tapi, bukan setip (alias penghapus pensil dari karet). Seperti biasa, Bee masuk ke salah satu kios di sebelah barat jalan. Kios yang hanya bertuliskan sebuah huruf "K" yang diberi lingkaran dengan warna dasar putih dan garis tegas yang ditebalkan dengan warna merah. Kios inilah yang membawa Bee sedikit kembali ke masa lalu, sedikitttt... saja.

Lemari pendingin itu mengingatkan Bee pada Ibu. Ibu nya Bee tentunya. Bukan berarti bahwa Bee ini lahir dari kandungan pinguin yang identik dengan "yang dingin-dingin" (seperti iklan AC di TV), melainkan karena sebuah minuman yang baru saja Bee ambil dari dalamnya. Teh Kotak dengan 50% Ekstra Gratis!!! Wealahhh... ini bukan promosi, tapi sekedar tiba-tiba mendapat inspirasi. Teh Kotak "Teh Melati" ini diproduksi oleh PT. ULTRAJAYA MILK INDUSTRY & TRADING CO., Tbk di Bandung. (Tiba-tiba tulisan "Tbk." mengingatkan Bee pada informasi Bapak tentang pengenalan saham saat masih kecil dulu. Informasi yang diperoleh sebagai jawaban atas pertanyaan Bee saat masih SD: "Kenapa, sich, PT.Telkom ada "Tbk."-nya, Pak..? *mentang-mentang anaknya pegawai - istilah favorit Bapak, mengalahkan 'karyawan' - Telkom gitu*)

Lalu, apa hubungannya dengan 'teringat Simbok'?

Ini dia ceritanya.

Hampir dua dekade berjalan sejak Bee pertama kali meneguk nikmatnya teh kotak. Anggap saja, saat itu Bee berumur 4 tahun, usia TK (bukan Taman Kawak-kawak yo!). Entah mengapa, sejak masih balita dulu, Ibu hanya mengizinkan Bee minum teh kotak sebagai jenis minum ringan yang dibeli sebagai jajanan legal. Softdrink itu baru benar-benar beli sendiri saat sudah SD, mungkin di atas kelas 3 SD, sudah agak lebih besar, badannya. Ibu selalu membelikan teh yang sama. Paling banter, bedanya adalah teh kotak dan teh botol (sosro). Itu-itu saja yang selalu boleh dibeli, berdampingan dengan agar-agar bergambar panda, wafer bergambar superman, dan sesekali chiki bergambar anak ayam berwajah ceria. Bahkan, saat pulang sekolah dijemput Om pun (ih, kecil-kecil udah pulang sama Om) jajanan yang boleh dibeli adalah item yang sama yang dibeli di tempat yang sama pula. Pada masa itu supermarket Pakally di Jalan Merdeka - Bogor terkenal lengkap, meski sekarang toko ini semakin sepi pengunjung akibat maraknya Giant dan beraneka pusat perbelanjaan lainnya. Mengingat demikian panjang dan lamanya kisah yang telah Bee(terutama Ibu Bee) ukir bersama teh kotak, maka Bee tergerak membuat tulisan ini.

Tanpa kita sadari kadangkala kebiasaan membentuk kecintaan seseorang pada 'brand' tertentu. Seperti apa yang terjadi pada Bee. Bagi Bee, yang telah dibiasakan oleh Ibu sejak kecil, nggak ada teh yang nikmatnya melebihi teh kotak. Bahkan, teh botol (sosro) yang diklaim sebagai sahabat bagi makanan apapun masih kalah nikmat, apalagi jenis minum teh lainnya yang semakin marak diproduksi. Sudah beberapa minggu ini, Bee selalu menyempatkan diri mampir ke kios manapun yang telah Bee 'titeni' (bhs.Jawa, red) menjual teh kotak. Mulai dari teh kotak yang isinya ekstra 50% ataupun yang kemasannya berbentuk 'pounch' (ini favoritk Bee karena praktis saat dibuang, sayangnya kurang ramah lingkungan karena kemasannya berrbahan dasar plastik). Teh kotak seakan-akan menjadi teman bermain dan belajar. Yah.., sedikit mengobati kerinduan Bee akan hari-hari bersama BOBO (majalah dengan slogan: teman bermain dan belajar "Be-O Be-O, BOBO" *hapal!!*). Teh kotak hadir setiap kali Bee merindukan sentuhan kesegarannya. Ibulah yang menciptakan kecintaan akan merk tersebut. Andaikan sejak kecil Ibu sudah mengenalkan "Jack's Daniel", tidak menutup kemungkinan minuman tersebut yang akan menjadi sahabat sejati Bee di masa kini. Hohoho, lebay!

Perjalanan selama hampir dua puluh tahun telah membuat Bee menyadari betapa Ibu adalah sales terbaik yang secara nggak langsung menguntungkan produsen tertentu. Dengan sikapnya yang membiasakan anak-anaknya membeli produk tertentu, peran Ibu sebagai 'aktor' promosi dan pemasaran tidak bisa dianggap sepele. Ini baru kisah Bee yang dibiasakan jajan teh kotak. Bee berarti juga Kakak Bee yang telah mengalami masa kanak-kanak enam tahun lebih awal. Bee dan Kakak Bee, kami, pun akhirnya terbiasa memilihkan teh kotak sebagai minuman keluarga saat dalam perjalanan. Celetukan seperti: "Ibu sama Bapak dibelikan minum apa, ya, Mas?" atau mungkin "Put, Ibu sama Bapak dibelikan minum apa, nich?" sudah pasti akan langsung dipilihkan teh kotak, disertai dengan komentar: "..teh kotak ajah, lah! nggak neko-neko.." ataupun "..teh kotak ajah, seperti biasa." See? Dari Ibu turun ke anak-anak. Sekali lagi, ini baru produk minuman ringan. Bagaimana dengan pasta gigi? sabun cuci piring? deterjen? sabun mandi? shampoo? biskuit 'tradisi keluarga'? Ataukah malah bisa jadi merambah sampai ke pilihan make-up, dokter gigi langganan? tukang pijit andalan? gudeg, soto, bakso, serta beraneka tempat jualan makan yang diberi embel-embel 'keluarga' menjadi "soto keluarga" dan sebagainya.

Kebiasaan Ibu ini akan turun lagi ke generasi berikutnya. Percaya atau tidak? Hanya waktu dan kesempatan memiliki generasi selanjutnya adalah jawabnya. Kalau mungkin di antara kita ada yang memilih hidup selibat, kebiasaan ini bisa jadi ditularkan kepada orang lain. Yah, minimal bisa dimulai dengan mempengaruhi adik-adik kecil nan lugu. hehehe..

Akhirnya, teh kotak membawa Bee menulis kisah ni. "Sales and Promotion Skill since Childhood" merupakan hasil tangkapan Bee akan peristiwa sederhana yang terjadi dalam hidup. Peristiwa yang telah membiasa yang mengingatkan Bee betapa kemampuan 'menjual' dan 'mempromosikan' sesuatu produk bisa jadi telah dipelajari sejak usia dini. Kita tidak membuka buku untuk belajar hal ini sewaktu masih kanak-kanak. Namun, kita mencontoh kebiasaan yang diwariskan oleh Ibu.

Untuk kesekian kalinya, kisah ini baru dari Bee. Bee rasa Kamu pun memiliki kisah serupa yang bisa jadi lebih menarik dan mengesankan. Bee nantikan kisahmu pada kolom komentar.

Terima kasih sudah membaca.

Selasa, 03 Februari 2009

..tiba-tiba semangat..

Hoey! Balik lagi, nich, sama Bee!
YupZ! Sudah baca dua posting sebelumnya, khan...pastinya kalian semua pengunjung setia blog ini sudah diberitahu sejak awal bahwa mulai awal 2009 panggil Pu3 dengan "Bee" (nama di dunia maya). Apa kabarmu hari ini? Dijawab dengan SEMANGAT: "luaarrrrrr biasaaaa...." YoiYoi!

Ada apa dengan Bee hari ini? Ajaib! Sungguh ajaib! Sudah dua malam terakhir Bee tidur awal. Tidur awal karena kelelahan yang mendera. Bukan lelah mengerjakan skripsi *Bee tidak serajin itu*, tapi hari ini Bee rajin *itu fakta*. Memang, sich, akibat tidur awal malah bablas nggak ritual renungan seperti malam-malam sebelumnya. Tanpa bermaksud sok religius *Bee tidak religius2 amat* hanya ingin selalu merasa dekat dengan JC pujaan hatinya, Yang selalu ada untuk dia, jadinya tiap malem pasti nyempetin buat 'ketemuan'. Nah, balik lagi ke topik... Bukan topik Hidayat ataupun topik kecengannya Patz di kampus *haiyahh* tapi topik posting hari ini tentang "Tiba-tiba semangat".

Pernah nggak, sich, kamu tiba-tiba semangat? Kalo pernah tiba-tiba males, itu mah sering, kannn??!!! ayOoo...ngakuuu!!! tapi lupakanlah kemalasanmu karena Bee bakal bahas tentang sesuatu yang berhubungan dengan semangat.

Semangat asale soko opo? Pastinya bukan soko telo (bhs.Jawa: singkong, red), karena getuk (snack khas Jawa) yang terbuat dari singkong. Berdasarkan pengalaman, Bee mengasumsikan adanya dua faktor penggugah semangat: faktor eksternal dan faktor internal. Dan yang bakal dibahas hari ini lebih ke faktor internal.

Berkaitan dengan menumbuhkan semangat dari dalam (intern), Bee mau memberi sejumlah "tips". Pertama, jauhkan pikiran dari hal-hal yang membuat stress dan ingatlah hal-hal yang membuatmu bahagia. Contohnya: saat gebetanmu kembali ke NUS (National University of Singapore) untuk melanjutkan studinya, ingatlah momen manis saat bersamanya di Indonesia... dan tumbuhkan harapan bahwa suatu saat nanti *tentunya saat liburan tiba* dia pasti akan kembali untuk kita dan mengukir kenangan manis lagi. Atau kalau kamu nggak pengen kelamaan LDR sama dia, usahain bisa dapet beasiswa di tempat yang sama dengan sang Pujaan Hati. Nah, sedappp...kHan?!! =) Dan usahain untuk nggak kepikiran bahwa dia di sana bakal selingkuh, ataupun tindakan-tindakan 'sembrono' sejenis itu *sori Bee rada sensi tentang 'selingkuh'*, dibawa santai ajah... Kasian dia kalo belum apa-apa sudah dibebani dengan kecemburuanmu... Sayang, sich, boleh sayang...tapi cemburu berlebihan itu hukumnya "lebay", hohoho...

Kedua, pilih satu lagu yang menjadi temamu hari itu, semacam "theme song" lah... Contohnya:
kalo kamu lagi naksir seseorang dan setiap kali teringat senyum manis ataupun wajah ganteng yang terpampang di FS dan FB-nya biQn kamu sumringahhhh...teyusss...kamu bisa milih lagu RAN - Pandangan Pertama untuk membangkitkan semangatmu! tinggalin sejenak lagu-lagu yang menyayat hati dan pilu...sekalipun misalnya kamu ngefans abis sama ST 12 dengan lagu "Saat Terakhir"nya *hiyaa...Patz!* atau kalo kasusnya seperti pada tips pertama, kamu bisa juga nyetel lagu PASTO - Aku Pasti Kembali, nah...dijamin, dah! Hatimu bakal tentrem...

Ketiga, teriakkan dalam dirimu: SEMANGAT!!! karena kalau semangat itu nggak dibangkitkan dari dalam diri sendiri, siapa yang akan membangkitkannya untukmu?!

Nah... cukup tiga tips ajah, yach! supaya gampang diingat dan diterapkan... Kalau tipsnya banyak paling-paling mentok di-copy paste ataupun select all dan save as (website complete). Iyo to?! Sayang, kan... tips dari Bee hanya mentok di soft file.

Bee tidak asal memberikan tips, loh... Bee memberikan tips berdasarkan apa yang Bee lakukan hari ini. Buat temen-temen yang stay di Jogja pastinya ngalamin betapa dinginnya hawa Jogja beberapa hari terakhir, dong... Bukan hanya hujan angin setiap hari, tapi suhu udaranya itu, loh... Ealahhh, bikin pengen bobok teyuz! Tapi tidak berpengaruh terhadap Bee hari ini.

Pertama kali terbangun dari tidur sekitar jam satu pagi, lalu sadar belum renungan, dan malas renungan karena merasa sudah ganti lagi *kemalasan berulang seperti hari sebelumnya*. Bangun yang kedua kali sekita jam 5an pagi, langsung ngecek Facebook dari ponsel yang baru saja dinyalakan *kebiasaan baru tiap tidur ponsel nonaktif*. Entah kenapa reflek masak air hangat dari ceret listrik yang tergeletak dengan manis di sudut kamar. Beberapa hari terakhir si Ceret full job euy, hehehe... Sambil nunggu ceret, nyetel musik, joget-joget nggak jelas *upz!* dilanjutkan baca-baca artikel untuk skripsi.

Tuuuuuuutttt.... *bukan bunyi kentut* ceret mengeluarkan suara. "Horee...mandi!" seperti adik bayi yang senang bukan kepalang akan dimandikan, Bee langsung mempersiapkan diri untuk membasuh diri. Fiuh! Masih pagi sekali... *setidaknya terbilang siap jauh lebih awal dari biasanya* Godaan sarapan di soto Pa Udi pun melintas, berganti dengan bubur ayam Syarifa, tapi semuanya tepis oleh Bee. Berbekal sepotong bakpia keju *peninggalan Dika sejak hari Minggu* Bee berangkat ke kampus. T'akhir liat jam masih jam 9 kurang di pagi hari, dan Bee sudah nangkring di meja katalog HI. Mas Edy selaku pihak jurusan pun pangling: "dengaren (bhs Jawa: tumben, red) Putri, kok, ke kampus gasik" (bhs Jawa: datang lebih awal, red). Bee jawab saja: "lagi butuh, Mas!".

Dengan sabar dan penuh niat, selama satu jam lebih di kantor jurusan, Bee membuka buku "Daftar Wisudawan dan Wisudawati". Niat awalnya hanya mencari skripsi yang hendak dibaca di tempat, tapi Bee malah asyik mandangin foto-foto para wisudawan/wati beserta nilai akhir (IPK) dan nilai skripsi mereka. Bee pun menjadi sadar bahwa tidak selamanya IPK tinggi menjadikan seseorang memperoleh A pada skripsinya. Tidak sedikit pula yang IPK-nya nyaris "3" dan lebih dikit dari "3", sekalipun mereka nggak "cum laude" bisa memperoleh nilai A pada skripsinya. Sungguh nyata premis tentang "hidup menyediakan beraneka pilihan", tergantung apa yang kamu cari: sekedar IPK tinggi? ataukah sunnguh mengoptimalkan pemahaman atas materi dikaitkan dengan studi kasus politik internasional? Nah.., nah.., itu pelajaran pertama hari ini! Setelah tidak berhasil menemukan skripsi yang dicarinya pada daftar wisudawan/wati, katalog online HI, Bee menelusuri SATU PER SATU judul acak yang tertulis di buku besar "Daftar Judul Skripsi HI". Mata Bee nyaris jereng pagi ini, tapi Bee masih semangat...

Selesai di kantor jurusan, Bee berjalan kaki menuju perpustakaan fakultas. Tidak nanggung-nanggung, Bee melesat ke lantai tiga bangunan tua di seberang kampus Fisipol (dari arah HI) itu. Saat tiba di lantai dua, Bee sempat melirik ke bawah dan membayangkan betapa nikmatnya sarapan soto di kantin Mbok Galak, tapi lagi-lagi Bee menepis hasrat tersebut. Bee menegaskan dalam hati, cukup satu jam, dan ternyata DUA JAM! dan Bee sangaaaaaattt...senang! Semangatnya pagi ini membuahkan hasil: skripsi-nya ketemu! skripsi-nya Mas Mumun! hohoho... Pencarian hari ini akhirnya menemukan pangkalnya. Bee pun mendapat bonus bertemu Mas Ius yang sudah satu tahun lebih tidak bersua. Sebagai anak Fisip UAJY, rajin juga main ke perpus Fisipol UGM.

Masih dalam balutan aura semangat...
Bee melangkah pulang meninggalkan perpustakaan...
Bertemu Tanto dan Eko di lobi HI, lalu mereka menyerahkan soft file video HI 2005 saat acara BEES (Bali Enjoyable Excursion Studies) dulu. Wah.., ndak sabar ini segera menontonnya!
Semoga apa yang Bee tulis ini mampu menularkan semangat kepada para pengunjung blog ini.

Ingat: susah-senang bersumber dari pikiran!
so... let's think happily to be really happy..