Bahkan, sejak beberapa hari yang lalu, kolom agenda hari ini menjadi sesuatu yang begitu Bee nantikan.
Yap! 23 Juli ini... saat mainan mini oleh-oleh Karin dari Singapur dulu menempel dengan manis pada asturo biru langit di kamar. Si imut inilah yang memberi aksen sendiri pada catatan-catatan kecil yang tertera di sana:
- ambil legalisir ijazah dan transkrip nilai versi B.Ing di front office kampus,
- ambil pas foto yang dicetak di Kayonna kemarin malam,
- ke warnet buat ngedit profil registrasi online PDK Deplu,
- fotokopi sertifikat-sertifikat seminar, training, dan penghargaan (?)
*cailahhh... kata yang terakhir ini rada spesial buat Bee. Prestasi sebagai TOP 30 Audisi Kotex Be "Young, Outstanding, Unique" disingkat "YOU" menjadi jimat yang nggak pernah lupa Bee sertakan setiap kali mengirimkan CV untuk melamar kerja. Geli juga kalo inget-inget hal yang satu itu, ihiy... sutralah, lanjut ke topik selanjutnya*
- makan soto atau apapun yang anget bin seger untuk melegakan tenggorokan yang serak..
*yang satu ini agenda tambahan... benar-benar baru ditambahkan karena sejak pagi badan meriang dan lemas. Yaiyalahh... udah tau sakit, malah tidur tanpa kemulan selimut tebel padahal semalem duingin buangedh!!! tapi, ya... sutralah... lanjut!*
Ya, ya, ya... lima agenda untuk hari ini, selain catatan besar-besar: HARI INI JANGAN BOLOS LES MANDARIN LAGI UNTUK YANG KE-11 KALINYA! (Oh, God...) saking banyaknya agenda yang saling tumpang tindih, les yang satu itu terbengkalai. Bayangkan, 10x berturut-turut, udah kayak apaan tau ilmu yang nggak Bee dapet! hanya tersisa 2 kali bolos lagi, hikz... sedih rasanya meski mungkin les itupun akan Bee lepaskan sebelum 5 Sepetember 2009 datang! =')
Tapi... tapi... bukan catatan itu yang menjadikan hari ini PENTING (P-E-N-T-I-N-G), melainkan karena hari ini adalah "Perayaan wajib Santa Birgitta dari Vadstena, Swedia". Who is Birgitta? Birgitta is a saint. Birgitta is my first name. Bee for Birgitta.
Nama depan nama saya itu Birgitta. Sebuah nama yang selalu membuat juru ketik atau petugas administrasi manapun kesulitan mengetiknya. Entah karena namanya yang memang sulit.., entah karena "Bir" pada "Birgitta" dinilai tak lazim dibandingkan "Bri" pada "Brigitta".., atau emang dasar SDM yang bersangkutan nggak mutu ajah... "...nggak profesional, masa nulis nama begini ajah salah terus!" omelan yang paling sering dilontarkan Bapak, orang yang merasa berkompeten dalam hal pemberian nama anak gadis satu-satunya ini. Belum lagi, nama "Birgitta" yang dituliskan menjadi "Girgitta" oleh petugas DPT saat Pemilu di Bogor kemarin. Oh, mai-gat! Udah ditulis tangan, salah pula, gag ditip-ex pula... ='( klo diketik, masih maklum... barangkali huruf "B" pada keyboardnya rusak, ha..ha..ha..ha..ha.. (ketawa ala Mbah Surip).
Birgitta dan bukan Brigitta. Bukan... bukan nama yang kedua... yang tertera pada setiap arsip kelulusanku sejak TK s.d SMP dari sekolah swasta favorit yang terletak di depan Istana Bogor. Sebelas tahun lamanya menuntut ilmu di sana, selama itu pula seluruh arsip yang ada nama depan "Bir" tadi selalu keliru jadi "Bri". Dan mungkin sepanjang masa itu pula, Bapak/ Ibu lumayan sering komplain ke petugas TU di sekolah.. =) yahhh... itulahhh...
Mari... mari... Bee lanjutkan ceritanya. Kali ini Bee akan berbagi informasi tentang siapa itu "Birgitta", sosok yang menjadikan hari ini begitu spesial baginya... =)
Tahun 1303, Birgitta lahir di Vadstena, Swedia. Ia putri turunan Raja Swedia. Sejak kecil, ia rajin mengikuti Kurban Misa dan mendengarkan kotbah pastornya. Kebiasaan ini menanamkan dalam dirinya benih-benih iman yang kokoh dan berguna bagi cara hidupnya di kemudian hari. Pada usia 13 tahun, Birgitta menikah dengan Pangeran Ulfo dari Gudmarson, putra seorang bangsawan Swedia. Dari pernikahannya ini, Birgitta dianugerahi delapan orang anak selama 28 tahun hidup bersama suaminya. Sebagai ibu rumah tangga, Birgitta sangat bijaksana dalam mengatur keluarganya dan dengan penuh kasih sayang mendidik anak-anaknya. Masalah pendidikan anak-anak menjadi perhatian utama. Hasil didikannya terbukti pada diri anaknya, Katarina, yang kelak menjadi orang kudus (juga), yakni Santa Katarina dari Swedia.
Tahun 1335, Birgitta dipanggil ke istana Raja Magnus II Erikson (1319-1365) untuk menjadi ibu rumah menantikan kehadiran Blanche dari Namur, permaisuri Raja Magnus. Selama berada di istana, Birgitta memberi bimbingan kepada Magnus II bersama permaisurinya dalam menghadapi berbagai kesulitan hidup perkawinan.
Sepeninggal suaminya pada tahun 1344, Birgitta masuk biara Cisterian di Alvastra. Di biara ini, ia menjadi suatu corak hidup rohani yang keras, sambil tetap mendampingi Raja Magnus II bersama permaisurinya. Raja Magnus inilah yang kemudian menjadi pelindung dan pembantu setia para suster yang menjadi anggota tarekat religius yang didirikan oleh Birgitta di Vadstena pada tahun 1346. Ordo baru ini dimaksudkan untuk menghormati Sang Penebus Yesus Kristus. Kekhususan ordo ini adalah Ordo ini menghimpun banyak suster, beberapa orang imam dan bruder,perisiti yang hidup terpisah-pisah di rumah masing-masing, tetapi bersama-sama memuji Tuhan dalam satu gereja. Urusan biara dipimpin oleh seorang abbas perempuan, sedangkan kehidupan rohani diserahkan kepada seorang imam biarawan.
Untuk mendapatkan restu Sri Paus atas tarekat yang didirikannya, sekaligus merayakan Tahun Suci 1350, maka pada tahun 1349, Birgitta pindah ke Roma ditemani oleh Katarina anaknya. Di Roma, Birgitta bertapa keras, memperhatikan orang-orang miskin dan sakit, serta memberikan nasehat kepada Sri Paus mengenai masalah-masalah politis. Ia tak hentinya menasehati Paus Klemens VI (1342-1352), Paus Urbanus V (1363-1370), dan Paus Gregorius XI (1370-1378) agar Takhta Suci dipindahkan kembali dari Avignon ke Roma. Sampai akhirnya, pada tahun 1371, Paus Urbanus V memberi restu atas pendirian tarekat yang didirikan Birgitta tersebut.
Birgitta memiliki kemampuan kenabian dan meramalkan banyak peristiwa kerohanian dan politik. Berulang kali ia mengalami hambatan dan pengejaran, namun tidak pernah berkecil hati. Ia teguh dalam iman dan panggilannya yang suci.
Setelah suatu perjalanan ke Tanah Suci pada tahub 1371, Birgitta kembali ke Roma. Dua tahun kemudian, 23 April 1373, Birgitta meninggal dunia di Roma.
Paus Bonifasius IX (1389-1404) menganugerahi gelar "santa" kepada Birgitta pada tahun 1391.
Nah.. nah.. kali ini Bee bisa berteriak lantang: "santa pelindung yang jadi nama depan nama gue itu EKSIS kali!!!" Berkat buku yang Bee pinjam di sekretariat paroki Kotabaru, yang salah satu artikel tentang Birgittanya difotokopikan Mas Saptono, Bee jadi tahu dan yakin bahwa dulu Bapak nggak salah liat ataupun ngasal ngasih nama. Hohohoho...
Saat Bee tahu bahwa Santa Birgitta seorang advisor... tidak hanya dalam hal rohani, tapi juga politik... Bee jadi makin mantabh dengan gelar Sarjana Ilmu Politik (SIP) yang disandangnya.
Sebuah jalan yang Bee pilih, jauh-jauh hari sebelum Bee mengetahui detail tentang Santa Birgitta, aktivis gereja (rohani) dan juga pengamat politik. Semoga semangat dan teladan hidupnya menjadi api yang tak lekang terpadamkan oleh hambatan apa pun. Alleluia! ^,^